Sunday, January 3, 2016

Hukum Mendoakan Orang Bukan Islam.

Mendoakan orang bukan Islam boleh di huraikan kepada menjadi empat keadaan :

PERTAMA: Mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah.

Para Ulama telah sepakat (Ijma’) akan bolehnya hal ini, diantara dalilnya adalah hadits berikut:

Űčَنْ ŰŁَŰšِي هُ۱َيْ۱َŰ©َ، قَŰ§Ù„َ: قَŰŻِمَ Ű§Ù„Ű·ُّفَيْلُ وَŰŁَŰ”ْŰ­َُۧۚهُ فَقَŰ§Ù„ُÙˆŰ§: يَۧ ۱َŰłُولَ Ű§Ù„Ù„َّهِ، Ű„ِنَّ ŰŻَوْŰłًۧ قَŰŻْ كَفَ۱َŰȘْ وَŰŁَŰšَŰȘْ، فَۧۯْŰčُ Ű§Ù„Ù„َّهَ Űčَلَيْهَۧ! فَقِيلَ: هَلَكَŰȘْ ŰŻَوْŰłٌ! فَقَŰ§Ù„َ: Ű§Ù„Ù„َّهُمَّ Ű§Ù‡ْŰŻِ ŰŻَوْŰłًۧ وَۧۊْŰȘِ Űšِهِمْ!ـ

Abu Hurairah -radliallahu anhu- mengatakan: (Suatu hari) At-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan: “ya Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka! Maka ada yg mengatakan: “Mampuslah kabilah Daus”. Lalu baginda mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku). (HR. Bukhari 2937 dan Muslim 2524, dg redaksi dari Imam Muslim)

Hadits berikut juga menunjukkan bolehnya mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah:

Űčَنْ ŰŁَŰšِي مُÙˆŰłَى Ű±Ű¶ÙŠ Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčنه، قَŰ§Ù„َ: كَŰ§Ù†َ Ű§Ù„ْيَهُÙˆŰŻُ يَŰȘَŰčَۧ۷َŰłُونَ ŰčِنْŰŻَ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيِّ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„َّهُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّمَ يَ۱ْŰŹُونَ ŰŁَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَ۱ْŰ­َمُكُم Ű§Ù„Ù„َّهُ، فَيَقُولُ: يَهْŰŻِيكُمُ Ű§Ù„Ù„َّهُ وَيُŰ”ْلِŰ­ُ ŰšَŰ§Ù„َكُمْ

Abu Musa -radliallahu anhu- mengatakan: “Dahulu Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam-, mereka berharap baginda mahu mengucapkan doa untuk mereka “yarhamukallah (semoga Allah merahmati kalian)”, maka baginda mengatakan doa: “yahdikumullah wa yushlihabalakum (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian)” (HR. Tirmidzi 2739 , dan yg lainnya, dishohihkan oleh Syeikh Albani)

KEDUA: Mendoakan kebaikan dalam perkara dunia.

Hal ini dibolehkan kerana adanya contoh dari Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam-… lihatlah dalam hadis di atas, baginda mendoakan kepada Kaum Yahudi:

يَهْŰŻِيكُمُ Ű§Ù„Ù„َّهُ وَيُŰ”ْلِŰ­ُ ŰšَŰ§Ù„َكُمْ

“Semoga Allah memberi kalian hidayah, dan memperbaiki keadaan kalian”

Ada juga ikrar (persetujuan) Rasulullah –Shallallahu Alaihi Wasallam– dalam hal ini:

Űčَنْ ŰŁَŰšِي ŰłَŰčِÙŠŰŻٍ Ű§Ù„ŰźُŰŻْ۱ِيِّ قَŰ§Ù„َ: ŰšَŰčَŰ«َنَۧ ۱َŰłُولُ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„َّهُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّمَ فِي Űłَ۱ِيَّŰ©ٍ فَنَŰČَلْنَۧ Űšِقَوْمٍ، فَŰłَŰŁَلْنَŰ§Ù‡ُمُ Ű§Ù„Ù‚ِ۱َى فَلَمْ يَقْ۱ُونَۧ، فَلُŰŻِŰșَ ŰłَيِّŰŻُهُمْ فَŰŁَŰȘَوْنَۧ فَقَŰ§Ù„ُÙˆŰ§: هَلْ فِيكُمْ مَنْ يَ۱ْقِي مِنَ Ű§Ù„Űčَقْ۱َŰšِ؟ قُلْŰȘُ: نَŰčَمْ ŰŁَنَۧ، وَلَكِنْ Ù„Ű§َ ŰŁَ۱ْقِيهِ Ű­َŰȘَّى ŰȘُŰčْŰ·ُونَۧ Űșَنَمًۧ، قَŰ§Ù„ُÙˆŰ§: فَŰ„ِنَّۧ نُŰčْŰ·ِيكُمْ Ű«َÙ„Ű§َŰ«ِينَ ŰŽَۧ۩ً، فَقَŰšِلْنَۧ فَقَ۱َŰŁْŰȘُ Űčَلَيْهِ: Ű§Ù„Ű­َمْŰŻُ لِلَّهِ ŰłَŰšْŰčَ مَ۱َّۧŰȘٍ، فَŰšَ۱َŰŁَ وَقَŰšَ۶ْنَۧ Ű§Ù„Űșَنَمَ، قَŰ§Ù„َ: فَŰčَ۱َ۶َ فِي ŰŁَنْفُŰłِنَۧ مِنْهَۧ ŰŽَيْŰĄٌ فَقُلْنَۧ: Ù„Ű§َ ŰȘَŰčْŰŹَلُÙˆŰ§ Ű­َŰȘَّى ŰȘَŰŁْŰȘُÙˆŰ§ ۱َŰłُولَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„َّهُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّمَ قَŰ§Ù„َ: فَلَمَّۧ قَŰŻِمْنَۧ Űčَلَيْهِ Ű°َكَ۱ْŰȘُ لَهُ Ű§Ù„َّŰ°ِي Ű”َنَŰčْŰȘُ، قَŰ§Ù„َ: وَمَۧ ŰčَلِمْŰȘَ ŰŁَنَّهَۧ ۱ُقْيَŰ©ٌ؟ Ű§Ù‚ْŰšِ۶ُÙˆŰ§ Ű§Ù„Űșَنَمَ وَۧ۶ْ۱ِŰšُÙˆŰ§ لِي مَŰčَكُمْ ŰšِŰłَهْمٍ

Abu Said al-Khudri mengatakan: (Suatu saat) Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- menugaskan kami dalam Sariyyah (pasukan kecil), lalu kami singgah di suatu kaum, dan kami meminta mereka agar menjamu kami tapi mereka menolaknya. Lalu pemimpin mereka terkena sengatan haiwan, maka mereka mendatangi kami, dan mengatakan: “Adakah diantara kalian yg boleh meruqyah sakit kerana sengatan Kalajengking?”. Maka ku jawab: “Ya, aku boleh, tapi aku tidak akan meruqyahnya kecuali kalian memberi kami kambing”. Mereka mengatakan: “Kami akan memberikan 30 kambing kepada kalian”. Maka kami menerima tawaran itu, dan aku bacakan kepada (pemimpin)nya surat Alhamdulilah sebanyak 7 kali, maka ia pun sembuh, dan kami terima imbalan (30) kambing.

Abu Sa’id mengatakan: Lalu ada sesuatu yg mengganjal di hati kami (dari langkah ini), maka kami mengatakan: “Jangan tergesa-gesa (dengan upah kambing ini), sampai kalian mendatangi Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam-.

Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi baginda, aku menyebutkan apa yg telah kulakukan. Baginda mengatakan: “Dari mana kau tahu, bahawa (Alfatihah) itu Ruqyah?, ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”. (HR. Tirmidzi [2063] dengan redaksi ini, kisah ini juga diriwayatkan di dalam shahih Bukhari [2276] dan shahih Muslim [2201]).

Hadits ini menjelaskan bolehnya kita me-ruqyah orang kafir agar sakitnya sembuh, dan ini merupakan bentuk dari tindakan mendoakan kebaikan untuk mereka dalam urusan dunia. Tidak salah kita mendoakan kesembuhan mereka jika mereka sakit.

Diantara dalil dalam masalah ini adalah dibolehkannya kita menjawab salamnya orang kafir, walaupun bolehnya hanya seringkas “wa’alaikum“, sebagaimana sabda Nabi –Shallallahu Alaihi Wasallam-:

Ű„ِŰ°َۧ Űłَلَّمَ Űčَلَيْكُمْ ŰŁَهْلُ Ű§Ù„ÙƒِŰȘَِۧۚ فَقُولُÙˆŰ§: وَŰčَلَيْكُمْ

“Jika seorang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dengan ucapan: “Wa’alaikum“. (HR. Bukhari [5788], dan Muslim [4024]).

Ada juga contoh dari salah seorang Sahabat Nabi dalam masalah ini:

Űčَنْ ŰčُقْŰšَŰ©َ Űšْنِ ŰčَŰ§Ù…ِ۱ٍ Ű§Ù„ْŰŹُهَنِيِّ: ŰŁَنَّهُ مَ۱َّ Űšِ۱َŰŹُلٍ هَيْŰŠَŰȘُهُ هَيْŰŠَŰ©ُ مُŰłْلِمٍ، فَŰłَلَّمَ فَ۱َŰŻَّ Űčَلَيْهِ: وَŰčَلَيْكَ وَ۱َŰ­ْمَŰ©ُ Ű§Ù„Ù„َّهِ وَŰšَ۱َكَۧŰȘُهُ. فَقَŰ§Ù„َ لَهُ Ű§Ù„ْŰșُلَŰ§Ù…ُ: Ű„ِنَّهُ نَŰ”ْ۱َŰ§Ù†ِيٌّ! فَقَŰ§Ù…َ ŰčُقْŰšَŰ©ُ فَŰȘَŰšِŰčَهُ Ű­َŰȘَّى ŰŁَŰŻْ۱َكَهُ. فَقَŰ§Ù„َ: Ű„ِنَّ ۱َŰ­ْمَŰ©َ Ű§Ù„Ù„َّهِ وَŰšَ۱َكَۧŰȘَهُ Űčَلَى Ű§Ù„ْمُŰ€ْمِنِينَ، لَكِنْ ŰŁَŰ·َŰ§Ù„َ Ű§Ù„Ù„َّهُ Ű­َيَۧŰȘَكَ، وَŰŁَكْŰ«َ۱َ Ù…Ű§Ù„Ùƒ، ÙˆÙˆÙ„ŰŻÙƒ

Uqbah bin Amir al-Juhani -radhiallahu anhu- menceritakan: bahawa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka ia pun menjawabnya dengan ucapan: “wa’alaika wa rahmatullah wabarakatuh”… Maka pelayannya mengatakan padanya: Dia itu seorang Nasrani!… Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga ia mendapatkannya, maka ia mengatakan: “Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu” (HR. Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan dihasankan oleh Syeikh Albani)

Banyak ulama yg memberi batasan: bahwa orang kafir yg didoakan kebaikan, harus bukan dalam kategori kafir harbi (yakni kafir yg memerangi Kaum Muslimin)… Dan ini sangatlah tepat… Syeikh Albani -rahimahullah- mengatakan:

ولكن Ù„Ű§ ۚۯ ŰŁÙ† ÙŠÙ„Ű§Ű­Űž Ű§Ù„ŰŻŰ§Űčي ŰŁÙ† Ù„Ű§ يكون Ű§Ù„ÙƒŰ§ÙŰ± ŰčŰŻÙˆŰ§ً Ù„Ù„Ù…ŰłÙ„Ù…ÙŠÙ†

Akan tetapi, orang yg mendoakan kebaikan harus memperhatikan, bahawa orang kafir tersebut bukanlah musuh (perang) bagi Kaum Muslimin. (Ta’liq Kitab Adab Mufrod 1/430).

KETIGA: Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir.

Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahawa hal ini diharamkan:

Ù‚Ű§Ù„ Ű§Ù„Ù†ÙˆÙˆÙŠ Ű±Ű­Ù…Ù‡ Ű§Ù„Ù„Ù‡ : ÙˆŰŁÙ…Ű§ Ű§Ù„Ű”Ù„Ű§Ű© Űčلى Ű§Ù„ÙƒŰ§ÙŰ± ÙˆŰ§Ù„ŰŻŰčۧۥ له ŰšŰ§Ù„Ù…ŰșÙŰ±Ű© ÙŰ­Ű±Ű§Ù… ŰšÙ†Ű” Ű§Ù„Ù‚Ű±ŰąÙ† ÙˆŰ§Ù„Ű„ŰŹÙ…Ű§Űč

Imam Nawawi -rahimahullah- mengatakan: “Adapun menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram, berdasarkan nas al-Quran dan Ijma’. (al-Majmu’ 5/120).

ÙˆÙ‚Ű§Ù„ Ű§ŰšÙ† ŰȘÙŠÙ…ÙŠŰ© Ű±Ű­Ù…Ù‡ Ű§Ù„Ù„Ù‡: Ű„Ù† Ű§Ù„Ű§ŰłŰȘŰșÙŰ§Ű± Ù„Ù„ÙƒÙŰ§Ű± Ù„Ű§ ÙŠŰŹÙˆŰČ ŰšŰ§Ù„ÙƒŰȘۧۚ ÙˆŰ§Ù„ŰłÙ†َّŰ© ÙˆŰ§Ù„Ű„ŰŹÙ…Ű§Űč

Ibnu Taimiyah -rahimahullah- juga mengatakan: Sesungguhnya memintakan maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’. (Majmu’ul Fatawa 12/489)

Dan dalil paling tegas dalam masalah ini adalah firman Allah Ta’ala:

مَۧ كَŰ§Ù†َ لِلنَّŰšِيِّ وَŰ§Ù„َّŰ°ِينَ ŰąÙ…َنُÙˆŰ§ ŰŁَنْ يَŰłْŰȘَŰșْفِ۱ُÙˆŰ§ لِلْمُŰŽْ۱ِكِينَ وَلَوْ كَŰ§Ù†ُÙˆŰ§ ŰŁُولِي قُ۱ْŰšَى مِنْ ŰšَŰčْŰŻِ مَۧ ŰȘَŰšَيَّنَ لَهُمْ ŰŁَنَّهُمْ ŰŁَŰ”ْŰ­َُۧۚ Ű§Ù„ْŰŹَŰ­ِيمِ

Maksudnya, "Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim." (Surah at-Taubah ayat 113)

KEEMPAT: Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup.

Hal ini dibolehkan dengan Dalil hadits berikut:

قَŰ§Ù„َ ŰčَŰšْŰŻُ Ű§Ù„Ù„َّهِ ŰšÙ† Ù…ŰłŰčÙˆŰŻ: كَŰŁَنِّي ŰŁَنْŰžُ۱ُ Ű„ِلَى Ű§Ù„Ù†َّŰšِيِّ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„َّهُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّمَ يَŰ­ْكِي نَŰšِيًّۧ مِنْ Ű§Ù„ْŰŁَنْŰšِيَۧۥِ ۶َ۱َŰšَهُ قَوْمُهُ فَŰŁَŰŻْمَوْهُ وَهُوَ يَمْŰłَŰ­ُ Ű§Ù„ŰŻَّمَ Űčَنْ وَŰŹْهِهِ وَيَقُولُ Ű§Ù„Ù„َّهُمَّ ۧŰșْفِ۱ْ لِقَوْمِي فَŰ„ِنَّهُمْ لَۧ يَŰčْلَمُونَ

Abdullah bin Mas’ud mengatakan: “Seakan-akan aku sekarang melihat Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam- bercerita tentang seorang Nabi, yang dipukul oleh kaumnya hingga bercucur darah, dan ia mengusap darah tersebut dari wajahnya, tetapi ia tetap mengatakan: “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR. Bukhori 3477).

Memang Hadis ini tidak tegas mengatakan bahawa Nabi yang mendoakan ampunan tersebut adalah Nabi Muhammad –Shallallahu Alaihi Wasallam-… Namun ada riwayat lain yg tegas mengatakan bahawa doa tersebut juga diucapkan oleh Nabi kita Muhammad –Shallallahu Alaihi Wasallam– kepada kaumnya yg masih kafir:

Űčن ŰłÙ‡Ù„ ŰšÙ† ŰłŰčŰŻ Ù‚Ű§Ù„: ŰŽÙ‡ŰŻŰȘ Ű§Ù„Ù†ŰšÙŠ – Ű”Ù„Ù‰ Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčليه ÙˆŰłÙ„Ù… – Ű­ÙŠÙ† كُŰłِ۱ŰȘ ۱ۚۧŰčِيŰȘُهُ ÙˆŰŹُ۱ۭ ÙˆŰŹÙ‡Ù‡ وهُŰŽÙ…ŰȘ Ű§Ù„ŰšÙŠŰ¶Ű© Űčلى Ű±ŰŁŰłÙ‡، ÙˆŰ„Ù†ÙŠ Ù„ŰŁŰčŰ±Ù من يŰșŰłÙ„ Ű§Ù„ŰŻÙ… Űčن ÙˆŰŹÙ‡Ù‡، ومن ينقل Űčليه Ű§Ù„Ù…Ű§ŰĄ، ÙˆÙ…Ű§Ű°Ű§ ŰŹŰčل Űčلى ŰŹŰ±Ű­Ù‡ Ű­ŰȘى Ű±Ù‚ŰŁ Ű§Ù„ŰŻÙ…؛ ÙƒŰ§Ù†ŰȘ ÙŰ§Ű·Ù…Ű© ŰšÙ†ŰȘ Ù…Ű­Ù…ŰŻ Ű±ŰłÙˆÙ„ Ű§Ù„Ù„Ù‡ – Ű”Ù„Ù‰ Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčليه ÙˆŰłÙ„Ù… – له ŰȘŰșŰłÙ„ Ű§Ù„ŰŻÙ… Űčن ÙˆŰŹÙ‡Ù‡، وŰčلي- Ű±Ű¶ÙŠ Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčنه- ينقل Ű§Ù„Ù…Ű§ŰĄ Ű„Ù„ÙŠÙ‡Ű§ في مِŰŹÙ†َّŰ©ٍ، ÙÙ„Ù…Ű§ ŰșŰłÙ„ŰȘ Ű§Ù„ŰŻÙ… Űčن ÙˆŰŹÙ‡ ŰŁŰšÙŠÙ‡Ű§ ŰŁŰ­Ű±Ù‚ŰȘ Ű­Ű”ÙŠŰ±Ű§ً، Ű­ŰȘى ۄ۰ۧ ۔ۧ۱ŰȘ Ű±Ù…Ű§ŰŻŰ§ً ۣ۟۰ŰȘ من Ű°Ù„Ùƒ Ű§Ù„Ű±Ù…Ű§ŰŻ، ÙÙˆŰ¶ŰčŰȘه Űčلى ÙˆŰŹÙ‡Ù‡ Ű­ŰȘى Ű±Ù‚ŰŁ Ű§Ù„ŰŻÙ…، Ű«Ù… Ù‚Ű§Ù„ ÙŠÙˆÙ…ŰŠŰ°: ۧێŰȘŰŻ Űș۶ۚ Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčلى قوم ÙƒÙ„Ù…ÙˆŰ§ ÙˆŰŹÙ‡ Ű±ŰłÙˆÙ„ Ű§Ù„Ù„Ù‡ – Ű”Ù„Ù‰ Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčليه ÙˆŰłÙ„Ù…. Ű«Ù… Ù…ÙƒŰ« ۳ۧŰčŰ©، Ű«Ù… Ù‚Ű§Ù„: Ű§Ù„Ù„Ù‡Ù…! ۧŰșÙŰ± لقومي؛ ÙŰ„Ù†Ù‡Ù… Ù„Ű§ يŰčلمون

Sahal bin sa’ad mengatakan: Aku telah menyaksikan Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam- saat gigi serinya patah, wajahnya terluka, dan helm perang di kepalanya pecah… sungguh aku juga tahu siapa yg mencuci darah dari wajahnya, siapa yang mendatangkan air kepadanya, dan apa yang ditempatkan dilukanya hingga darahnya mampet… Adalah Fatimah puteri Muhammad utusan Allah yang mencuci darah dari wajah, dan Ali -radliallahu anhu- yang mendatangkan air dalam perisai… maka ketika Fatimah mencuci darah dari wajah ayahnya, dia membakar tikar, sehingga ketika telah menjadi abu, ia mengambil abu itu, lalu menaruhnya di wajah baginda, hingga darahnya mampet… ketika itu baginda mengatakan: “Telah memuncak kemurkaan Allah atas kaum yang melukai wajah Rasulullah”… lalu baginda diam sebentar, dan mengatakan: “Ya Allah ampunilah kaumku, kerana sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR. Tobaroni, dan Syeikh Albani dalam Silsilah Shohihah [7/531] mengatakan: Sanadnya Hasan atau Shohih).

Diantara dalil dalam masalah ini adalah Mafhum Mukholafah dari firman Allah berikut:

مَۧ كَŰ§Ù†َ لِلنَّŰšِيِّ وَŰ§Ù„َّŰ°ِينَ ŰąÙ…َنُÙˆŰ§ ŰŁَنْ يَŰłْŰȘَŰșْفِ۱ُÙˆŰ§ لِلْمُŰŽْ۱ِكِينَ وَلَوْ كَŰ§Ù†ُÙˆŰ§ ŰŁُولِي قُ۱ْŰšَى مِنْ ŰšَŰčْŰŻِ مَۧ ŰȘَŰšَيَّنَ لَهُمْ ŰŁَنَّهُمْ ŰŁَŰ”ْŰ­َُۧۚ Ű§Ù„ْŰŹَŰ­ِيمِ (*) وَمَۧ كَŰ§Ù†َ ۧ۳ْŰȘِŰșْفَۧ۱ُ Ű„ِŰšْ۱َŰ§Ù‡ِيمَ لِŰŁَŰšِيهِ Ű„ِلَّۧ Űčَنْ مَوْŰčِŰŻَŰ©ٍ وَŰčَŰŻَهَۧ Ű„ِيَّŰ§Ù‡ُ فَلَمَّۧ ŰȘَŰšَيَّنَ لَهُ ŰŁَنَّهُ ŰčَŰŻُوٌّ لِلَّهِ ŰȘَŰšَ۱َّŰŁَ مِنْهُ Ű„ِنَّ Ű„ِŰšْ۱َŰ§Ù‡ِيمَ لَŰŁَوَّŰ§Ù‡ٌ Ű­َلِيمٌ

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapanya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapanya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapanya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (Surah at-Taubah ayat 113-114)

Ayat ini mengaitkan “larangan memintakan ampun untuk Kaum Musyrikin”, dengan keadaan “sesudah jelas bagi mereka bahawa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka”. Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh di mintakan ampun… Dan telah shohih dari Ibnu Abbas, bahawa maksud dari firman Allah yg ertinya: “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapanya itu adalah musuh Allah” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.

Berikut Atsar dari Ibnu Abbas tersebut:

Űčن ŰłŰčÙŠŰŻ ŰšÙ† ŰŹŰšÙŠŰ± Ù‚Ű§Ù„ : ŰȘوفى ŰŁŰšÙˆ Ű±ŰŹÙ„ ، ÙˆÙƒŰ§Ù† ÙŠÙ‡ÙˆŰŻÙŠŰ§ ، فلم يŰȘŰšŰčه Ű§ŰšÙ†Ù‡ ، ÙŰ°ÙƒŰ± Ű°Ù„Ùƒ Ù„Ű§ŰšÙ† Űčۚۧ۳ ، ÙÙ‚Ű§Ù„ Ű§ŰšÙ† Űčۚۧ۳ : ÙˆÙ…Ű§ Űčليه، لو ŰșŰłÙ„Ù‡ ، ÙˆŰ§ŰȘŰšŰčه ، ÙˆŰ§ŰłŰȘŰșÙŰ± له Ù…Ű§ ÙƒŰ§Ù† Ű­ÙŠŰ§… Ű«Ù… Ù‚Ű±ŰŁ Ű§ŰšÙ† Űčۚۧ۳ (ÙÙ„Ù…Ű§ ŰȘŰšÙŠÙ† له ŰŁÙ†Ù‡ ŰčŰŻÙˆ لله ŰȘۚ۱ۣ منه) * يقول : Ù„Ù…Ű§ Ù…Ű§ŰȘ Űčلى ÙƒÙŰ±Ù‡

Sa’id bin Jubair mengatakan: Ada salah seorang ayah meninggal, dan dia seorang Yahudi, sehingga putranya (yang muslim) tidak mengikuti (jenazah)nya, lalu hal itu diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka beliau mengatakan: “Tidak sepatutnya ia melakukannya, (alangkah baiknya) apabila ia memandikannya, mengikuti (jenazah)nya, dan memintakan ampun baginya ketika masih hidup… kemudian Ibnu Abbas membaca ayat (yg artinya): “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapanya itu adalah musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya”, maksudnya: “ketika ia mati dalam keadaan kafir”. (Mushonnaf Abdurrozzaq 6/39).

Dan kesimpulan bolehnya memintakan ampun bagi orang-orang kafir selama masih hidup ini, juga banyak dinyatakan oleh para ulama, diantaranya:

Imam At-Thobari –rohimahulloh-, beliau mengatakan dalam tafsirnya:

ÙˆÙ‚ŰŻ ŰȘŰŁÙˆÙ„ قوم قول Ű§Ù„Ù„Ù‡: {Ù…Ű§ ÙƒŰ§Ù† Ù„Ù„Ù†ŰšÙŠ ÙˆŰ§Ù„Ű°ÙŠÙ† ŰąÙ…Ù†ÙˆŰ§ ŰŁÙ† ÙŠŰłŰȘŰșÙŰ±ÙˆŰ§ Ù„Ù„Ù…ŰŽŰ±ÙƒÙŠÙ† ولو ÙƒŰ§Ù†ÙˆŰ§ ŰŁÙˆÙ„Ù‰ Ù‚Ű±ŰšÙ‰}… Ű§Ù„ŰąÙŠŰ©، ŰŁÙ† Ű§Ù„Ù†Ù‡ÙŠ من Ű§Ù„Ù„Ù‡ Űčن Ű§Ù„Ű§ŰłŰȘŰșÙŰ§Ű± Ù„Ù„Ù…ŰŽŰ±ÙƒÙŠÙ† ŰšŰčŰŻ Ù…Ù…Ű§ŰȘهم، لقوله: {من ŰšŰčŰŻ Ù…Ű§ ŰȘŰšÙŠÙ† لهم ŰŁÙ†Ù‡Ù… ۣ۔ۭۧۚ Ű§Ù„ŰŹŰ­ÙŠÙ…} ÙˆÙ‚Ű§Ù„ÙˆŰ§: Ű°Ù„Ùƒ Ù„Ű§ يŰȘŰšÙŠÙ†Ù‡ ŰŁŰ­ŰŻ Ű„Ù„Ű§ ŰšŰŁÙ† يموŰȘ Űčلى ÙƒÙŰ±Ù‡، ÙˆŰŁÙ…Ű§ هو Ű­ÙŠ ÙÙ„Ű§ ŰłŰšÙŠÙ„ Ű„Ù„Ù‰ Űčلم Ű°Ù„Ùƒ، ÙÙ„Ù„Ù…Ű€Ù…Ù†ÙŠÙ† ŰŁÙ† ÙŠŰłŰȘŰșÙŰ±ÙˆŰ§ لهم

Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah (yg ertinya): Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)… -hingga akhir ayat-; bahawa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), kerana firman-Nya (yg ertinya): “sesudah jelas bagi mereka, bahawasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim”. Mereka mengatakan: “alasannya, kerana tidak ada yg boleh memastikan (bahawa dia ahli neraka), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yang boleh mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka. (Tafsir Thobari 12/26)

Dan inilah pendapat yg dipilih oleh beliau dalam tafsirnya. (lihat Tafsir Thobari 12/28)

Imam Al-Qurtubi juga mengatakan dalam tafsirnya:

وَقَŰŻْ قَŰ§Ù„َ كَŰ«ِÙŠŰ±ٌ مِنَ Ű§Ù„ْŰčُلَمَۧۥِ: لَۧ ŰšَŰŁْŰłَ ŰŁَنْ يَŰŻْŰčُوَ Ű§Ù„Ű±َّŰŹُلُ لِŰŁَŰšَوَيْهِ Ű§Ù„ْكَŰ§Ùِ۱َيْنِ وَيَŰłْŰȘَŰșْفِ۱َ لَهُمَۧ مَۧ ŰŻَŰ§Ù…َۧ Ű­َيَّيْنِ. فَŰŁَمَّۧ مَنْ مَۧŰȘَ فَقَŰŻِ Ű§Ù†ْقَŰ·َŰčَ Űčَنْهُ Ű§Ù„Ű±َّŰŹَۧۥُ فَلَۧ يُŰŻْŰčَى لَهُ. قَŰ§Ù„َ ْۧۚنُ ŰčَŰšَّۧ۳ٍ: كَŰ§Ù†ُÙˆŰ§ يَŰłْŰȘَŰșْفِ۱ُونَ لِمَوْŰȘَŰ§Ù‡ُمْ فَنَŰČَلَŰȘْ فَŰŁَمْŰłَكُÙˆŰ§ Űčَنِ Ű§Ù„ِۧ۳ْŰȘِŰșْفَۧ۱ِ وَلَمْ يَنْهَهُمْ ŰŁَنْ يَŰłْŰȘَŰșْفِ۱ُÙˆŰ§ لِلْŰŁَŰ­ْيَۧۥِ Ű­َŰȘَّى يَمُوŰȘُÙˆŰ§

Banyak ulama mengatakan: "Tidak mengapa bagi seorang (muslim) mendoakan kedua orang tuanya yg kafir, dan memintakan ampun bagi keduanya selama mereka masih hidup. Adapun orang yg sudah meninggal, maka telah terputus harapan (untuk diampuni dosanya). Ibnu Abbas mengatakan: “Dahulu orang-orang memintakan ampun untuk orang-orang mati mereka, lalu turunlah ayat, maka mereka berhenti dari memintakan ampun. Namun mereka tidak dilarang untuk memintakan ampun bagi orang-orang yg masih hidup hingga mereka meninggal”. (Tafsir Qurtubi 10/400)

Inilah pendapat paling kuat dalam masalah ini, kerana bersandarkan dalil dari Al-Qur’an, Hadits, dan Perkataan Shahabat… Kerana banyak dari kalangan ulama, memilih pendapat ini… Namun ada dua hal yg perlu digaris bawahi di sini:

– Bahwa yg lebih afdhol adalah mendoakan orang yg kafir agar diberikan hidayah masuk Islam… Kerana inilah yang sering dilakukan oleh Nabi –Shallallahu Alaihi Wasallam-, dan inilah yg telah disepakati bolehnya oleh para ulama.

– Ampunan yg sempurna tidak akan diberikan kepada orang kafir, selama dia masih kafir… Sehingga erti dari doa meminta ampunan untuk mereka adalah: ampunan dari sebagian dosa selain kesyirikan dan kekafirannya, atau ampunan untuk semua dosanya dengan jalan diberi hidayah dahulu untuk masuk Islam.

Sekian… wallahu Ta’ala a’lam…