Tuesday, October 26, 2010

Mengubati Penyakit Hati

Sahabat yang dirahmati Allah,
Dalam kehidupan kita sebagai seorang manusia terdapat tiga jenis penyakit. Penyakit tersebut adalah seperti berikut iaitu penyakit hati, penyakit jiwa dan penyakit fizikal.

Ketiga-tiga penyakit tersebut memiliki persamaan. Apabila seseorang itu memiliki ketiga-tiga penyakit ini maka ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh kita yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Telinga Anda disebut sakit apabila ia tidak dapat mendengar lagi.

Di antara fungsi hati, menurut Imam Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Allah telah menciptakan hati sebagai tempat Dia bersemayam. Tuhan berkata dalam sebuah hadis Qudsi: Langit dan bumi tidak dapat meliputi-Ku. Hanya hati manusia yang dapat meliputi -Ku. Dalam hadis Qudsi lain, Tuhan berkata: Hai anak Adam, Aku telah menciptakan taman bagimu, dan sebelum kamu boleh masuk ke taman ciptaan-Ku, Aku usir syaitan dari dalamnya. Dan dalam dirimu ada hati, yang seharusnya menjadi taman yang engkau sediakan bagi-Ku.”

Hadis ini menunjukkan bahwa fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin kita dari penglihatan-penglihatan ruhaniah.

Ada hubungan antara penyakit jiwa dengan penyakit fizikal. Sebagai contoh, penyakit jiwa yang paling terkenal pada masyarakat hari ini  adalah stress. Stress pada penyakit jiwa adalah seperti sakit selsema pada penyakit fizikal. Dari beberapa penelitian ilmiah, diketahui bahawa orang-orang yang stress mengalami gangguan pada sistem immune atau sistem kekebalan dalam tubuhnya. Orang yang banyak mengalami stress cenderung sekali terkena penyakit. Ini menunjukkan bahwa penyakit jiwa amat berpengaruh dalam menimbulkan gangguan fizikal.

Demikian pula sebaliknya, penyakit fizikal dapat menimbulkan gangguan jiwa. Orang yang sakit terus menerus, sudah berubat ke mana-mana, tetapi belum sembuh, juga boleh  mengalami penyakit jiwa. Orang tersebut boleh jadi cepat tersinggung, mudah marah, dan sebagainya.

Salah satu di antara penyakit jiwa adalah perasaan cemas; takut akan sesuatu yang tidak jelas. Ada dua macam ketakutan; 

Pertama, takut kepada sesuatu yang terlihat, misalnya ketakutan pada harimau. 

Kedua, takut kepada sesuatu yang tidak  nampak, umpamanya seorang isteri yang takut suaminya akan berbuat macam-macam pada dirinya. Isteri membayangkan sesuatu yang bersumber dari imajinasinya sendiri. Ini bererti isteri tersebut mengalami gangguan saikologi Ada juga orang yang merasa bahawa semua orang di sekitarnya tidak suka kepada dia dan mereka semua bermaksud mencelakakannya. Dia selalu dibayangi ketakutan seperti itu. Para saikologi menyebut ketakutan seperti ini sebagai 'anxiety'.


Penyakit hati menimbukan gangguan saikologi dan gangguan saikologi berpengaruh pada kesihatan fizikal.

Contoh penyakit hati adalah dengki, iri hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang kita simpan jauh di dalam hati kita sehingga merosakkan  hati kita. Akibat dari menyimpan dendam, kita menjadi stress berpanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tentram.

Orang yang iri hati tidak boleh menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak pernah boleh tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada kekecewaan. Sayyidina Ali k.w  berkata maksudnya : “Tidak ada orang zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain orang yang dengki.” 

Selain menyakiti orang lain, orang yang dengki juga akan menyakiti dirinya sendiri. Ada penyakit hati yang langsung berpengaruh kepada gangguan fizikal. Bakhil, misalnya. Bakhil adalah penyakit hati yang bersumber dari keinginan yang merasa bangga.. Keinginan untuk menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan kebakhilan. 

Penyakit bakhil berpengaruh langsung pada gangguan fizikal. Pernah ada orang datang kepada  Imam Ja’afar . Dia mengadukan sakit yang diderita seluruh anggota keluarganya, yang berjumlah sepuluh orang. Imam Ja’afar berkata dengan menyebutkan sabda Nabi saw, “Sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kamu dengan banyak bersedekah.” 


Dalam hadis lain disebutkan, “Di antara ciri-ciri orang bakhil adalah banyaknya penyakit”.

Sahabat yang dimuliakan,
Penyakit hati ini terdapat banyak tanda-tandanya. Terdapat 6 jenis penyakit-penyakit hati :

1. Kehilangan cinta yang tulus. 

Orang yang mengidap penyakit hati tidak akan boleh mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan . Kerana ia tidak boleh mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.

Dalam kitab Matsnawi, Rumi mengisahkan suatu negeri yang mengalami kekeringan yang panjang. Orang-orang salih dan para ulama berkumpul untuk melakukan salat istisqa namun hujan tidak turun juga. Karena hujan tidak turun, akhirnya para pendosa pun turut berkumpul di tanah lapang. Sebagai ahli maksiat, mereka tidak tahu bagaimana cara salat istisqa. Mereka hanya memukul genderang sambil mengucapkan puji-pujian dalam bahasa Persia yang terjemahannya berbunyi: Titik-titik hujan sangat indah untuk para pendosa. Begitu juga kasih sayang Tuhan sangat indah untuk orang-orang durhaka. Mereka hanya mengulang-ulang kata-kata itu. Tiba-tiba, tanpa diduga, hujan turun dengan lebat.
Hal ini terjadi kerana orang-orang salih berdoa dengan seluruh zikir dan tasbihnya, sementara para pendosa berdoa dengan seluruh penyesalannya, dengan segala perasaan rendah diri di hadapan keagungan Tuhan. Para pentasbih menyentuh kemahabesaran Tuhan sementara para pendosa menyentuh kasih sayang Tuhan.

2. Kehilangan ketentraman dan ketenangan batin.

3. Memiliki hati dan mata yang keras. matanya sukar terharu dan hatinya sulit tersentuh.

4. Kehilangan kekhusyukan dalam ibadat.

5. Malas beribadat atau beramal.

6. Senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali. Sebuah do'a dari Nabi s.a.w berbunyi: “Ya Allah, jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia dan apabila aku berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar.”

Di antara taubat yang tidak diterima Allah ialah taubat orang yang tidak pernah merasa perlu untuk bertaubat karena tak merasa berbuat dosa Kali pertama seseorang melakukan dosa, ia akan merasa bersalah. Tetapi saat ia mengulanginya untuk kedua kali, rasa bersalah itu akan berkurang. Setelah ia berulang kali melakukan maksiat, ia akan mulai menyenangi kemaksiatan itu. Bahkan ia menjadi ketagihan untuk berbuat maksiat terus menerus. Ini menandakan orang tersebut sudah berada dalam kategori.

 Firman Allah: “Dalam hatinya ada penyakit lalu Allah tambahkan penyakitnya.” 
(Surah  Al-Baqarah ayat 10)

Dalam kitabnya IhyĂą ‘UlĂ»middĂźn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda-tanda penyakit hati dan untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah do'a yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan do'a yang tidak diangkat.” 

Do'a yang berasal dari hadis Nabi s.a.w ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati.

Merujuk pada do'a di atas, kita boleh  menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut :

Pertama, ilmu yang tidak bermanfaat. 

Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul-betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang berilmu. (QS. Fathir: 28). Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.

Kedua, mempunyai hati yang tidak boleh khusyuk. 

Dalam menjalankan ibadah, ia tidak boleh mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak boleh menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya susah untuk menangis. Nabi s.a.w menyebutnya sebagai jumĂ»dul ‘ain (mata yang beku dan tidak boleh mencair). Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang solehin  sebagai mereka yang seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak. (Surah Maryamayat 58)

Di antara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakkĂąauun (orang-orang yang selalu menangis) kerana setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak boleh menahan tangisannya.

Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi s.a.w. menyampaikan nasihat kepada kami. Berguncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu meminta, “Ya Rasulallah, seakan-akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat.” 

Kemudian Nabi s.a.w bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran di antara kaum muslimin yang banyak …” Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan kerana kekhusyukan.”

Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia adalah kepuasan yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta kecukupan yang takkan puas-puas. 


Keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah do'anya tidak diangkat dan didengar Tuhan.

Sahabat yang dikasihi,
Terdapat enam cara untuk mengubati penyakit . 

Perkara-perkara tersebut adalah seperti berikut :

Pertama : Mencari guru yang arif mengenai masaalah hati.

Untuk mengubati penyakit hati, menurut Imam Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala penyerahan diri. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita.

Umar Ibn Al-Khattab pernah berkata, “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.” 

Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. 

Kedua : Mendapat sahabat yang jujur.

Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang ‘membenar-benarkan’ kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul. Dia sanggup membantu kita dengan memberi nasihat yang baik.

Ketiga : Mencari musuh yang boleh menunjukkan keaiban diri kita.

Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur daripada sahabat kita sendiri.

Keempat :  Memperhatikan perilaku orang lain yang buruk untuk dijadikan pengajaran.

Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah kerana kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.


Sahabat,
Marilah sama-sama kita mengambil penjaran daripada kisah yang ditulis oleh seorang ahli sufi yang bernama  Jalaluddin Rumi .

Alkisah, di sebuah kota ada seorang lelaki yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Jamaludin Rumi sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia akan memotongnya besok. Namun sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan, tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.

Di akhir kisah itu Jamaludin Rumi memberikan nasihatnya, “Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar, potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali.”

Yang dimaksud Jamaludin Rumi dengan pohon berduri dalam hati adalah penyakit-penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah lemah. Tak ada daya kita untuk menghancurkannya.

No comments: