“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
(Surah Al-Isra’ayat 85)
Terdapat lebih dari 19 ayat yang menyebut kata “roh” dalam Al-Qur’an. Maksud yang terkandung dari istilah ini tidak keluar dari arti Malaikat Jibril yang biasanya ditambah dengan istilah Ruhul Quds atau Ar-Ruhul Amin dan maksud yang kedua adalah Al-Qur’an. Dan hanya satu ayat yang bermaksud roh dalam arti yang sebenarnya, yaitu pada ayat ini. Meskipun demikian terdapat juga ulama tafsir seperti yang dinukil oleh Imam Al-Qurthubi yang memahami roh dalam erti perbandingan yaitu Al-Qur’an. Maka pengertian ayat ini menurut Al-Qurtubi secara perbandingan adalah:
“Dan mereka bertanya, “Darimanakah Al-Qur’an yang di tanganmu ini?”. “Katakanlah: Sesungguhnya ia diturunkan sebagai mukjizat atas perintah Allah swt.”
Perbandingan kedua makna ini sangat jelas. Roh merupakan alat kehidupan manusia secara fisik materil. Manakala Al-Qur’an adalah roh yang boleh memberi kekuatan dan kehidupan manusia secara kerohanian. Hal ini bertepatan dengan ungkapan Malik bin Dinar tentang roh Al-Qur’an:
“Wahai Ahlul Qur’an!, apa yang telah ditanam oleh Al-Qur’an ke dalam lubuk hatimu?. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah penyubur hati sebagaimana hujan yang menyuburkan bumi.”
Dalam konteks roh yang memiliki pengertian Al-Qur’an, terdapat empat ayat membahasnya, yaitu surah An-Nahl: 2, Ghafir: 15, Asy-Syura: 52 dan Surah Al-Isra’: 58 yang dipahami secara perbandingan. Tentunya, penamaan Al-Qur’an dengan roh bukan kebetulan dan tanpa hikmah yang perlu digali oleh hamba-Nya yang merindukan keberkahan dan kekuatan dari Al-Qur’an, seperti juga nama dan sifat lain yang dimiliki oleh Al-Qur’an yang mencerminkan fungsi dan perannya yang komprehensif dan universal. Betapa hanya Al-Qur’an yang boleh diandalkan menyelesaikan masalah kemanusiaan dalam segala bentuknya.
Sayyid Qutb menyatakan pandangannya tentang penamaan Al-Qur’an dengan ruh berdasarkan firman Allah: “(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang memberi ruh dengan (membawa) perintahNya kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).”
Terdapat lebih dari 19 ayat yang menyebut kata “roh” dalam Al-Qur’an. Maksud yang terkandung dari istilah ini tidak keluar dari arti Malaikat Jibril yang biasanya ditambah dengan istilah Ruhul Quds atau Ar-Ruhul Amin dan maksud yang kedua adalah Al-Qur’an. Dan hanya satu ayat yang bermaksud roh dalam arti yang sebenarnya, yaitu pada ayat ini. Meskipun demikian terdapat juga ulama tafsir seperti yang dinukil oleh Imam Al-Qurthubi yang memahami roh dalam erti perbandingan yaitu Al-Qur’an. Maka pengertian ayat ini menurut Al-Qurtubi secara perbandingan adalah:
“Dan mereka bertanya, “Darimanakah Al-Qur’an yang di tanganmu ini?”. “Katakanlah: Sesungguhnya ia diturunkan sebagai mukjizat atas perintah Allah swt.”
Perbandingan kedua makna ini sangat jelas. Roh merupakan alat kehidupan manusia secara fisik materil. Manakala Al-Qur’an adalah roh yang boleh memberi kekuatan dan kehidupan manusia secara kerohanian. Hal ini bertepatan dengan ungkapan Malik bin Dinar tentang roh Al-Qur’an:
“Wahai Ahlul Qur’an!, apa yang telah ditanam oleh Al-Qur’an ke dalam lubuk hatimu?. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah penyubur hati sebagaimana hujan yang menyuburkan bumi.”
Dalam konteks roh yang memiliki pengertian Al-Qur’an, terdapat empat ayat membahasnya, yaitu surah An-Nahl: 2, Ghafir: 15, Asy-Syura: 52 dan Surah Al-Isra’: 58 yang dipahami secara perbandingan. Tentunya, penamaan Al-Qur’an dengan roh bukan kebetulan dan tanpa hikmah yang perlu digali oleh hamba-Nya yang merindukan keberkahan dan kekuatan dari Al-Qur’an, seperti juga nama dan sifat lain yang dimiliki oleh Al-Qur’an yang mencerminkan fungsi dan perannya yang komprehensif dan universal. Betapa hanya Al-Qur’an yang boleh diandalkan menyelesaikan masalah kemanusiaan dalam segala bentuknya.
Sayyid Qutb menyatakan pandangannya tentang penamaan Al-Qur’an dengan ruh berdasarkan firman Allah: “(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang memberi ruh dengan (membawa) perintahNya kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).”
(Surah Ghafir ayat 15)
Bahwa ini merupakan kinayah tentang wahyu. Maksudi yang digunakan dalam ayat ini mengisyaratkan dua hal: Pertama, bahwa wahyu (Al-Qur’an) adalah roh dan kehidupan bagi manusia, tanpa roh ini manusia tidak akan boleh hidup dengan baik dan benar.
Kedua, bahwa wahyu itu turun dari tempat yang tinggi kepada siapa yang dipilih dari hamba-hamba-Nya. Maksud ini bertepatan dengan sifat Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Selanjutnya beliau juga menafsirkan roh dalam ayat-ayat ini sebagai sebuah kekuatan yang menggerakkan, mempertahankan kehidupan di dalam hati, bahkan di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Selanjutnya beliau juga menafsirkan roh dalam ayat-ayat ini sebagai sebuah kekuatan yang menggerakkan, mempertahankan kehidupan di dalam hati, bahkan di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu roh (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Surah Asy-Syura ayat 52)
Kekuatan besar dari sentuhan Al-Qur’an ini dirasakan benar oleh para sahabat Rasulullah kerana memang mereka menerima Al-Qur’an ini dengan segenap hati, pikiran dan kemauan mereka. Seperti yang diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Baihaqi dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa ia berkata:
“Ketika turun surah Az-Zalzalah, maka serentak Abu Bakar yang sedang duduk waktu itu menangis. Maka Rasulullah s.a.w. pun menghampirinya dan bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis wahai Abu Bakar?”. Surah inilah yang membuat aku menangis”.
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu roh (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Surah Asy-Syura ayat 52)
Kekuatan besar dari sentuhan Al-Qur’an ini dirasakan benar oleh para sahabat Rasulullah kerana memang mereka menerima Al-Qur’an ini dengan segenap hati, pikiran dan kemauan mereka. Seperti yang diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Baihaqi dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa ia berkata:
“Ketika turun surah Az-Zalzalah, maka serentak Abu Bakar yang sedang duduk waktu itu menangis. Maka Rasulullah s.a.w. pun menghampirinya dan bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis wahai Abu Bakar?”. Surah inilah yang membuat aku menangis”.
Maka Rasulullah menenangkan dengan sabdanya:
“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan, maka Allah akan menciptakan kaum lain yang mereka itu melakukan salah dan dosa kemudian mereka bertaubat dan Allah mengampuni mereka.”
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Hanthob bahwa Rasulullah s.a.w. pernah membacakan surah ini dalam satu majlis di mana seorang Arab Badui ikut serta duduk bersama. Setelah mendengar ini, lelaki itu lantas keluar sambil menyesali dirinya “alangkah buruknya aku”. Maka Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya, “sungguh iman telah masuk ke dalam hati lelaki Badui tadi.”
Maka sangat tepat ungkapan Dr. Yusuf Al-Qaradlawi yang menegaskan bahawa:
“Al-Qur’an adalah “roh Rabbani” kekuatan Rabbani yang akan mampu menghidupkan dan menggerakkan akal fikiran dan hati. Sebagaimana Al-Qur’an juga undang-undang Allah yang mengatur kehidupan manusia sebagai individu dan bangsa secara kolektif.”
Syekh Muhammad Al-Ghazali menyebutkan:
“Al-Qur’an inilah kitab yang membentuk jiwa, membangun umat dan kebudayaan mereka. Inilah sesungguhnya kekuatan Al-Qur’an. Namun yang sangat disayangkan bahwa cahaya ini tidak nampak di depan umat Islam kerana mata-mata mereka sudah tertutup sehingga aib dalam konteks sekarang ini bukan aib Al-Qur’an, tetapi aib pandangan manusia yang lebih mengagungkan kekuatan lain selain Al-Qur’an.
“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan, maka Allah akan menciptakan kaum lain yang mereka itu melakukan salah dan dosa kemudian mereka bertaubat dan Allah mengampuni mereka.”
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Hanthob bahwa Rasulullah s.a.w. pernah membacakan surah ini dalam satu majlis di mana seorang Arab Badui ikut serta duduk bersama. Setelah mendengar ini, lelaki itu lantas keluar sambil menyesali dirinya “alangkah buruknya aku”. Maka Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya, “sungguh iman telah masuk ke dalam hati lelaki Badui tadi.”
Maka sangat tepat ungkapan Dr. Yusuf Al-Qaradlawi yang menegaskan bahawa:
“Al-Qur’an adalah “roh Rabbani” kekuatan Rabbani yang akan mampu menghidupkan dan menggerakkan akal fikiran dan hati. Sebagaimana Al-Qur’an juga undang-undang Allah yang mengatur kehidupan manusia sebagai individu dan bangsa secara kolektif.”
Syekh Muhammad Al-Ghazali menyebutkan:
“Al-Qur’an inilah kitab yang membentuk jiwa, membangun umat dan kebudayaan mereka. Inilah sesungguhnya kekuatan Al-Qur’an. Namun yang sangat disayangkan bahwa cahaya ini tidak nampak di depan umat Islam kerana mata-mata mereka sudah tertutup sehingga aib dalam konteks sekarang ini bukan aib Al-Qur’an, tetapi aib pandangan manusia yang lebih mengagungkan kekuatan lain selain Al-Qur’an.
Padahal Allah sudah berfirman maksudnya, “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan, dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
(Surah Al-Ma’idah ayat 15-16)
Seluruh perintah dan petunjuk Al-Qur’an adalah dalam rangka memelihara kehidupan manusia, baik secara zahir dan batin. Tanpa panduan dan pedoman ini, kehidupan manusia semakin tidak menentu dan jelas arahnya.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
Seluruh perintah dan petunjuk Al-Qur’an adalah dalam rangka memelihara kehidupan manusia, baik secara zahir dan batin. Tanpa panduan dan pedoman ini, kehidupan manusia semakin tidak menentu dan jelas arahnya.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
(Surah Al-Anfal ayat 24)
Kekuatan lain yang seharusnya kita sadari dari Al-Qur’an yang mulia ini bahwa Al-Qur’an merupakan sistem hidup yang mengarahkan orang-orang yang beriman untuk mewujudkan kehidupan dalam bingkai keimanan. Sebuah hakikat kehidupan yang meliputi segenap komponen yang ada pada diri manusia; menghidupkan fisik, perasaan, getaran jiwa, kemauan, pikiran dan kehendaknya.
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.”
Kekuatan lain yang seharusnya kita sadari dari Al-Qur’an yang mulia ini bahwa Al-Qur’an merupakan sistem hidup yang mengarahkan orang-orang yang beriman untuk mewujudkan kehidupan dalam bingkai keimanan. Sebuah hakikat kehidupan yang meliputi segenap komponen yang ada pada diri manusia; menghidupkan fisik, perasaan, getaran jiwa, kemauan, pikiran dan kehendaknya.
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.”
(Surah Yaasin ayat 70)
Ibnu Qutaibah dalam kitab “Tafsir Gharibil Qur’an” memahami kalimat “Hayyan” di dalam ayat ini dengan pengertian seorang mukmin yang hidup karena memperoleh petunjuk Allah swt. demikian juga dengan firman Allah swt yang bermaksud :
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”
Ibnu Qutaibah dalam kitab “Tafsir Gharibil Qur’an” memahami kalimat “Hayyan” di dalam ayat ini dengan pengertian seorang mukmin yang hidup karena memperoleh petunjuk Allah swt. demikian juga dengan firman Allah swt yang bermaksud :
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”
(Surah Al-An’am ayat 122).
Yang dimaksud dengan orang yang hidup dalam ayat ini adalah orang yang beriman dan orang yang mati adalah orang kafir. Makanya Allah membedakan keduanya dengan menggunakan istilah ini juga di dalam firman-Nya yang bermaksud : “Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.”
Yang dimaksud dengan orang yang hidup dalam ayat ini adalah orang yang beriman dan orang yang mati adalah orang kafir. Makanya Allah membedakan keduanya dengan menggunakan istilah ini juga di dalam firman-Nya yang bermaksud : “Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.”
(Surah Fathir ayat 22)
Sesungguhnya, berbagai ujian yang mengejutkan bangsa ini semakin membuktikan hakikat yang tidak terbantahkan akan kelemahan manusia dan hajat mereka akan pertolongan Allah s.w.t. bahwa sesungguhnya sumber kekuatan satu-satunya adalah Allah yang menciptakan segalanya dan kita akan meraih kekuatan itu dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber kehidupan dan kekuatan kita.
Sekali lagi, Allah s.w.t. mengingatkan kita akan kekuatan Al-Qur’an.
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) roh (Al-Qur’an) dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.”
Sesungguhnya, berbagai ujian yang mengejutkan bangsa ini semakin membuktikan hakikat yang tidak terbantahkan akan kelemahan manusia dan hajat mereka akan pertolongan Allah s.w.t. bahwa sesungguhnya sumber kekuatan satu-satunya adalah Allah yang menciptakan segalanya dan kita akan meraih kekuatan itu dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber kehidupan dan kekuatan kita.
Sekali lagi, Allah s.w.t. mengingatkan kita akan kekuatan Al-Qur’an.
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) roh (Al-Qur’an) dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.”
(Surah An-Nahl ayat 2)
Memang sudah saatnya bagi kita untuk menerima Al-Qur’an dengan segenap perasaan, pikiran dan kehendak kita dan tidak mengharap atau menggantungkan kekuatan lain di luar dari kekuatan firman-Nya yang bermaksud :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Memang sudah saatnya bagi kita untuk menerima Al-Qur’an dengan segenap perasaan, pikiran dan kehendak kita dan tidak mengharap atau menggantungkan kekuatan lain di luar dari kekuatan firman-Nya yang bermaksud :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Surah Al-Hadid ayat 16).
Selama kita masih mengharap datangnya kekuatan lain, maka selama itu pula kita tidak akan meraih kehidupan yang mulia di bawah bimbingan dan naungan Al-Qur’an.
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
Selama kita masih mengharap datangnya kekuatan lain, maka selama itu pula kita tidak akan meraih kehidupan yang mulia di bawah bimbingan dan naungan Al-Qur’an.
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
No comments:
Post a Comment